Home » , , » Kesultanan Paser

Kesultanan Paser

Written By Gpnkoe on Monday, March 7, 2011 | 11:56 PM

Kesultanan Paser (yang sebelumnya bernama Kerajaan Sadurangas) adalah sebuah kerajaan yang berdiri pada tahun 1516 dan dipimpin oleh seorang wanita (Ratu I) yang dinamakan Putri Di Dalam Petung. Wilayah kekuasaan kerajaan Sadurangas meliputi Kabupaten Paser yang ada sekarang, ditambah dengan Kabupaten Penajam Paser Utara, Balikpapan dan sebagian wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.
Sejarah Kerajaan Sadurangas
Tentang terbentuknya awal kerajaan Paser, Haji Aji Abdoel Rasyid dan kawan-kawan yang ditulis oleh M.Irfan lqbal, et.al. Dalam bukunya yang berjudul “Budaya dan Sejarah Kerajaan Paser” mengatakan terbentuknya Kerajaan Paser pada tanggal 2 Safar tahun 9 Hijriyah atau tahun 630 Masehi. Pada saat Putri Petong berusia 22 tahun dilantik atau dinobatkan menjadi ratu (ratu pertama kerajaan Paser) yang semula kerajaan Padang Bertinti menjadi kerajaan Sadurengas. Namun, dalam versi Pemerintah Kabupaten Paser, Kerajaan Sadurangas didirikan pada abad ke-16 atau sekitar tahun 1516.
Sebelum Putri Petong menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Putri Petong diyakini menganut kepercayaan animisme atau suatu kepercayaan yang memuja roh-roh halus dan dewa-dewa. Roh-roh halus atau dewa-dewa diyakini bisa membantu sewaktu-waktu diperlukan, untuk memanggil roh-roh halus tersebut dibutuhkan sebuah bangunan berbentuk rumah yang dinamakan Panti, di dalam panti tersebut diberi sesajen kue-kue yang dibuat berbentuk patung-patung dari tepung beras menyerupai roh yang akan dipanggil. Putri Petong setelah bersuamikan Abu Mansyur Indra Jaya, setahun kemudian Putri Petong melahirkan anak yang pertama seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Nata Pangeran Berlindung bin Abu Mansyur Indra Jaya. Tiga tahun kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang anak perempuan, yang diberi nama Aji Putri Mitir binti Abu Mansyur Indra Jaya dan enam tahun kemudian Putri Petong melahirkan lagi seorang lelaki yang diberi nama Aji Mas Pati Indra bin Abu Mansyur Indra Jaya.
Islamisasi
Islamisasi di Kerajaan Paser melalui beberapa jalur, antara lain :
Jalur perkawinan-perkawinan dilakukan oleh Abu Mansyur Indra Jaya dengan Putri Petong, dari Kerajaan Paser raja komunitas Paser. Begitu juga perkawinan Sayyid Ahmad Khairuddin yang kawin dengan Aji Mitir anak Putri Petong dengan Abu Mansyur Indra Jaya.
Jalur perdagangan sungai Kendilo merupakan sungai besar pada jaman mereka, yang selalu dilalui para pedagang dari berbagai daerah Nusantara, termasuk pedagang dari Arab. Interaksi antara masyarakat Kerajaan Paser dengan para pedagang muslim menyebabkan sebagian masyarakat penduduk tertarik untuk memeluk agarna Islam.
Dalam sebuah cerita rakyat, Putri Petong sebelum kawin dengan Abu Mansyur Indra Jaya, sudah beberapa kali kawin, akan tetapi jika akan berhubungan badan dengan lelaki, jika tidak lari dari peraduan atau mati. Hal ini disebabkan sari bambu yang melekat pada Putri Petong. Kawinlah dengan Abu Mansyur Indra Jaya yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut.

Daerah Paser saat kedatangan Islam, banyak diketahui dari berbagai tulisan, diantaranya berdasarkan kitab yang ditulis Aji Aqub tahun 1350 Hijriyah atau tahun 1920 Masehi yang berjudul "Pelayaran mencari raja tanah Paser" Sumber lain dari tulisan A.S Assegaf dengan judul "Sejarah kerajaan Kutai dan Kesultanan Paser" tanpa tahun. Sumber yang lain dapat ditelusuri dari sumber-sumber Belanda, diantaranya oleh S.C Knappert dengan judul "Tijdschrift voor ned Indie 1883" Sedangkan yang memuat legenda Putri Petong ditulis oleh III Nieuwkuyk dalam Versi Reide opstillen ove Boneo, Velome 9 kerajaan Paser juga disinggung dalam tulisan J.Zwager dengan judul "Tijdschrift voor Nederlan Indie. Seri 4, 1866

Versi Hikayat Banjar

Keberadaan kerajaan Pasir yang pertama disebutkan di dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, menyatakan Pasir salah satu daerah taklukan Gajah Mada dari Majapahit.Sedangkan menurut Salasilah Kutai, seorang putera dari Maharaja Sakti bin Aji Batara Agung Paduka Nira menjadi raja muda di Pasir. Putera dari raja muda tersebut yang bernama Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya kemudian dilantik menjadi Raja Kutai Kartanegara V menggantikan Raja Kutai Kertanegara IV Aji Raja Mandarsyah. Kerajaan Pasir yang disebutkan dalam Nagarakretagama maupun dalam Salasilah Kutai merupakan kerajaan yang sama yang masih dalam pemerintahan Dinasti Kutai Kartanegara. Kerajaan berikutnya yang muncul di Tanah Paser adalah Kerajaan Sadurangas yang kelak mengganti namanya sebagai Kesultanan Pasir Balengkong, yang asal mulanya didirikan seorang panglima dari Kerajaan Kuripan-Daha (kelak menjadi Kesultanan Banjar).
Menurut Hikayat Banjar (1663), semenjak masa kekuasaan Maharaja Suryanata, pangeran dari Majapahit yang menjadi raja Negara Dipa (= Banjar Hindu), orang besar (penguasa) Pasir sudah menjadi taklukannya. Pasir dalam Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (= negeri di sebelah timur atau utara) yang takluk dan menyerahkan upeti kepada Maharaja Suryanata hingga masa Maharaja Sukarama, selanjutnya sampai masa Sultan Suriansyah.
1636, Pasir kembali ditaklukan atas bantuan VOC sesuai Perjanjian 4 September 1635, antara Sultan Banjar dengan VOC.
Penguasa/orang besar/adipati Pasir, Aji Tunggul (Aria Manau/Kakah Ukop) menjadi bawahan Sultan Banjar, Mustainbillah yang berkuasa tahun 1595-1642. Ketika itu keraton Kesultanan Banjar telah dipindahkan dari Banjarmasin ke daerah Batang Banyu karena sebelumnya pada tahun 1612 diserang VOC, tatkala itu Marhum Panembahan (= Sultan Mustainbillah) menyuruh Kiai Lurah Cucuk membawa sebuah perahu beserta awak perahu empat puluh orang untuk menjemput Aji Tunggul dengan anak-isteri serta keluarganya. Ketika tiba di keraton Banjar waktu itu berada di daerah Batang Banyu, Aji Ratna puteri Aji Tunggul dinikahkan dengan Dipati Ngganding (adipati Kotawaringin) kemudian memperoleh dua anak, Andin Juluk dan Andin Hayu.
Kemudian Andin Juluk menikahi Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera Sultan Mustainbillah dengan permaisuri Ratu Agung yaitu yang kelak menjabat adipati/raja Kotawaringin menggantikan Dipati Ngganding. Pasangan Anta-Kasuma dan Andin Juluk ini memperoleh empat anak : Putri Gelang, Raden Tuan, Raden Pamadi dan Raden Nating. Sedangkan Andin Hayu menikahi Pangeran Dipati Tapasena putera Sultan Mustainbillah dari selir orang Jawa, kemudian memperoleh anak Pangeran Aria Wiraraja dan Putri Samut.
Perkawinan seorang puteri dari Aria Manau/Kakah Ukop/Aji Tunggul, bernama Sri Sukma Dewi yang bergelar Putri Betung  dengan Abu Mansyur Indra Jaya (pimpinan ekspedisi agama Islam dari Giri) yang dikaruniai anak, yaitu :
1.Adjie Patih (Raden Aria Mandalika), memiliki anak bernama Adjie Anum (Raden Kakatang)
2.Putri Adjie Meter, memiliki anak bernama Imam Mustafa dan Putri Ratna Berana
Beberapa tahun berlalu setelah pernikahan Aji Ratna binti Aji Tunggul dengan Dipati Ngganding di negeri Banjar, seorang cucu Aji Tunggul[9] yaitu Raden Aria Mandalika (Adjie Patih) putera dari priyayi dari Giri yang menikah dengan puteri dari Aji Tunggul (Aria Manau/Kakah Ukop) datang berkunjung ke Kesultanan Banjar ketika itu keraton telah dipindah ke Martapura, kemudian Raden Aria Mandalika oleh Sultan Mustainbillah dinikahkan dengan cucunya bernama Putri Limbuk/Dayang Limbuk binti Pangeran Dipati Antasari. Dengan adanya perkawinan ini maka Aji Tunggul tidak lagi diharuskan mengantarkan upeti tiap-tiap tahun seperti zaman dahulu kala, karena upeti tersebut sudah diberikan kepada Putri Limbuk/Dayang Limbuk, kecuali hanya jika ada suruhan dari Marhum Panembahan untuk memintanya atau mengambilnya. Dengan demikian, Pasir mendapat pembebasan pembayaran upeti, bahkan kemungkinan Raden Aria Mandalika (Adjie Patih) menjadi raja muda di Pasir sebagai perwakilan Kesultanan Banjar. Pasangan Aria Mandalika (Adjie Patih) dan Putri Limbuk ini memperoleh anak bernama Raden Kakatang (Adjie Anum).
Setahun setelah kelahiran Raden Kakatang, Sultan Mustainbillah kemudian mangkat.Dengan demikian maka penguasa Pasir kemungkinan masih termasuk trah Sultan Banjar IV Marhum Panembahan, Raja Kutai Kartanegara II Aji Batara Agung Paduka Nira dan bangsawan dari Giri.
Kemudian Sultan Mustain Billah menyuruh Kiai Martasura ke Makassar (= Gowa) untuk menjalin hubungan bilateral kedua negara pada masa I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud, Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa 1638-1654, ia meminjam Pasir kepada Marhum Panembahan sebagai tempat berdagang. Sejak itu Pasir dan wilayah ring terluar tidak lagi mengirim upeti ke Banjar. [10] Peristiwa pada abad ke-17 ini menunjukkan pengakuan Makassar (Gowa-Tallo) mengenai kekuasaan Kesultanan Banjar terhadap daerah di sepanjang tenggara dan timur pulau Kalimantan. Pada masa itu Sultan Makassar terfokus untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di kawasan timur Nusantara hingga diberlakukannya Perjanjian Bungaya. Pada abad ke-18 Raja Bugis-Wajo, La Madukelleng menawan daerah Kutai, Pasir, Pagatan dan menyerang Banjarmasin tetapi berhasil dipatahkan. Ia menjadi Raja Pasir tahun 1726–1736.
1765, VOC membantu Sultan Banjar Tamjidullah I untuk menaklukan Pasir kembali untuk memungut upeti.
1768–1799, Pemerintahan Aji Dipati yang bergelar Sultan Dipati Anom Alamsyah, ia menikahi Ratu Intan I binti Daeng Malewa, Ratu negeri Cantung dan Batulicin.
1787, Pasir sebagai salah satu vazal Banjarmasin yang diserahkan Sultan Banjar Sunan Nata Alam kepada VOC dalam Traktat 13 Agustus 1787 ketika Banjar beserta vazal-vazalnya menjadi tanah yang dipinjam dari VOC atau sebagai daerah protektorat VOC.

1797, Kedaulatan atas Pasir dan Pulau Laut diserahkan kembali oleh VOC kepada Sultan Banjar Sunan Nata Alam. Belanda kemudian digantikan oleh kolonial Inggris.
1799–1811, Pemerintahan Aji Panji yang bergelar Sultan Sulaiman Alamsyah, ia menganeksasi negeri-negeri Tanah Bumbu yang berada di bawah kekuasaan Raja Gusti Besar binti Pangeran Prabu.
1817, Pasir diserahkan sebagai daerah pendudukan Hindia Belanda dalam Kontrak Persetujuan Karang Intan I pada 1 Januari 1817 antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Aernout van Boekholzt. Hal ini terjadi setelah Belanda masuk kembali ke Kalimantan menggantikan Inggris.
1823, Pasir menjadi daerah pendudukan Hindia Belanda dalam Kontrak Persetujuan Karang Intan II pada 13 September 1823 antara Sultan Sulaiman dari Banjar dengan Hindia Belanda diwakili Residen Mr. Tobias.
1826, Pasir ditegaskan kembali menjadi daerah pendudukan Hindia Belanda menurut Perjanjian Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar dengan Hindia Belanda yang ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826H..
1815–1843, Pemerintahan Sultan Mahmud Han Alamsyah, ia membuat kontrak politik dengan Hindia Belanda.
1880–1897, Pemerintahan Sultan Muhammad Ali Alamsyah, dialah yang pertama kali berani menentang Belanda sehingga ia dibuang dan mangkat di Banjarmasin.
1906-1918, masa perjuangan rakyat Pasir melawan pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Hingga 1959, Wilayah Pasir berstatus kawedanan di dalam wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

Penguasa Pasir
Nama Penguasa
Gelar
Tahun Berkuasa
Putri Di Dalam Petung

1516-xxxx
Aji Mas Anom Indra bin Aji Mas Pati Indra

16071644
Aji Anom Singa Amulana bin Aji Mas Anom Indra

16441667
Aji Perdana bin Aji Anom Singa Maulana
Penambahan Sulaiman
16671680
Aji Duwo bin Aji Mas Anom Singa Maulana
Penambahan Adam
16801705
Aji Geger bin Aji Anom Singa Maulana
Sultan Aji Muhammad Alamsyah (Sultan Pasir I)
17031726
La Madukelleng
La Madukelleng (Sultan Pasir, Arung Matoa Kerajaan Wajo, Bugis,)
17261736
Aji Negara bin Sultan Aji Muhammad Alamsyah
Sultan Sepuh Alamsyah (Sultan Pasir II)
17381768
Aji Dipati bin Panembahan Adam
Sultan Dipati Anom Alamsyah (Sultan Pasir III)
17681799
Aji Panji bin Ratu Agung
Sultan Sulaiman Alamsyah (Sultan Pasir IV)
17991811
Aji Sembilan bin Aji Muhammad Alamsyah
Sultan Ibrahim Alamsyah
Aji Karang bin Sultan Sulaiman Alamsyah
Sultan Mahmud Han Alamsyah
18151843
Aji Adil bin Sultan Sulaiman Alamsyah
Sultan Adam Alamsyah
18431853
Aji Tenggara bin Aji Kimas
Sultan Sepuh II Alamsyah
18531875
Aji Timur Balam
Sultan Abdurahman Alamsyah
18751890

Sultan Muhammad Ali Alamsyah
18801897
Pangeran Nata bin Pangeran Dipati Sulaiman
Sultan Sulaiman Alamsyah
18971898
Pangeran Ratu bin Sultan Adam Alamsyah
Sultan Ratu Raja Besar Alamsyah
18981900
Pangeran Mangku Jaya Kesuma
Sultan Ibrahim Khaliluddin[12]
19001906

0 comments:

Post a Comment