Apa target dari modus seperti itu?
Satu, pilot project, sedang yang kedua adalah memasukkan draft undang-undang melalui kementrian-kementrian. Kalau dulu hadir secara fisik sekarang pun sama saja tapi dengan tampilan berbeda, yaitu konsultan. Misalnya di bidang energi, mereka datang ke Kementrian Energi sambil membawa draft undang-undang. Jadi, mereka memberi hutang sambil menyodorkan tenaga ahli ahli teknik dan ahli kelembagaan yang siap mengubah undang-undang kita. Dalam membuat draf UU biasanya melibatkan staf ahli lokal dengan target penguasaan hak paten pangan, kerajinan dan macam-macam. Jadi banyak UU yang mereka kuasai, seperti UU kelistrikan, sumber daya air maupun perburuhan.
Menurut pengamatan Anda, apa yang terjadi di balik proses amandemen Undang Undang Dasar kita?
Data penguasaan di banyak sektor tersebut merupakan fakta dari eksploitasi ekonomi akibat dominasi politik melalui undang-undang, termasuk dalam perubahan Undang Undang Dasar. Dalam pasal 33 ayat 4 UUD Amandemen terdapat kata “Efisiensi Berkeadilan”. Kata efisiensi itu jelas bukan untuk mengatur negara tapi perusahaan atau korporasi, ini bahasa kapitalisme. Kata “berkeadilan” itu hasil perjuangannya Eddy Swasono, menantu Bung Hatta. Awalnya hanya kata “efisiensi” saja. Itulah pertarungan antara intelektual nasionalis melawan intelektual kapitalis liberal yang kemudian memenangkan dalam pengubahan konstitusi kita. Maka yang marah besar adalah Prof. Mubyarto, dia menyatakan mundur dari tim amandemen karena menolak Pasal 33 diotak-atik. Terjadinya amandemen UUD 1945 itu akibat ulah para intelektual liberal yang mendesakkan pengubahan UUD kita. Munculnya kelompok intelektual liberal itu merupakan produk beasiswa. Jadi pemberian beasiswa itu merupakan bentuk-bentuk kerja deideologisasi. Bukan gratis.
Lalu siapa yang menyetujui UU Out sourcing yang sekarang menyengsarakan buruh?
Yang menyedihkan, munculnya UU outsorching itu justru dari tangan Megawati saat menjadi presiden. Menyedihkan karena dia memproklamirkan diri sebagai pimpinan partainya wong cilik tapi malah menanda tangani UU Outsorcing. Itu karena adanya kekuatan internasional yang masuk bersama hutang. Jadi kalau kita lagi-lagi bertanya, apakah pikiran Bung Karno, Bung Hatta dan tokoh-tokoh kita terdahulu masih relevan, maka jawabannya adalah relevan. Karena kolonialisme telah kembali mencengkeram dengan menggunakan bentuk yang baru.
Sebagai spirit kebangsaan, ungkapan Anda tersebut apa bisa diartikan bahwa kita perlu kembali kepada ajaran Bung Karno?
Kembali kepada ajaran Bung Karno akan menjadi ahistoris jika saja mentalitas kader-kader bangsa masih pragmatis. Lihat saja tokoh-tokoh ormas tidak melakukan perlawanan terhadap arus globalisasi yang masuk ke Indonesia menjadi neo imperalisme, neo liberalism. Kalau itu diwacanakan secara minimal maka jadi tidak relevan, artinya Bung Karno hanya diambil figurnya, diambil simbolnya tapi tidak menerapkan ajarannya.
Apa artinya orang ramai membica rakan Bung Karno?
Bisa jadi orang-orang yang menghidup-hidupkan Bung Karno, Bung Hatta atau tokoh lainnya hanyalah pengagum tapi bukan murid. Kalau murid Bung Karno pasti akan melakukan pemetaan terhadap kehidupan global agar bisa menghadapi kekuatan imperalisme.
Bisa jadi orang-orang yang menghidup-hidupkan Bung Karno, Bung Hatta atau tokoh lainnya hanyalah pengagum tapi bukan murid. Kalau murid Bung Karno pasti akan melakukan pemetaan terhadap kehidupan global agar bisa menghadapi kekuatan imperalisme
ReplyDelete